Berakhirnya Kekuasaan Islam di Spanyol

         Pada masa berakhirnya kekuasaan islam di Spanyol, pencapaian sosial dan budaya yang dilakukan oleh umat Islam di Andalusia berakhir secara tragis, dan hampir tidak menyisakan apa-apa. Dapat disebut bahwa penaklukan Andalusia berakhir dengan sebuah anti-klimaks dalam berbagai aspek (Asari, 2006). Nostalgia yang menyedihkan kadang-kadang tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Orang Andalusia di Maroko kerap kali memperlihatkan kunci bekas rumah mereka dahulu sebagai simbol tanah mereka yang hilang. Ini merupakan perlambang rasa kehilangan mereka terhadap peradaban masa lalu yang mereka banggakan. Sindrom Andalusia mengakibatkan timbulnya neurosis, suatu kondisi yang membingungkan dalam masyarakat. Masyarakat merindukan kejayaan masa lalu yang telah tiada, tapi belum dikuburkan, dan merasa takut pada masa depan yang tidak bisa dipercaya dan baru akan muncul (Ahmed, 1992). 

        Sejumlah sumber sejarah menggambarkan Reconquista (Upaya penaklukan kembali Andalusia oleh pihak Kristen) sedemikian dramatis sehingga menimbulkan pesan bahwa setiap kali sebuah provinsi atau daerah dikuasai maka secara otomatis keberadaan Islam, orang Islam, dan kebudayaan Islam berakhir secara drastis. Dalam kenyataannya, penaklukan kembali dan proses mengembalikan Andalusia menjadi wilayah Kristen memerlukan waktu yang panjang dan proses yang sangat kompleks (Siregar, 2013). Kemunduran Islam di Andalusia bersamaan dengan melemahnya Dinasti Umayyah karena perselisihan internal antar berbagai faksi didalamnya. Namun upaya ini terhambat untuk waktu yang cukup lama, ketika kekuasaan Andalusia beralih ke tangan bangsa Barbar dari Afrika Utara yang mendirikan Dinasti Al-Murabhitun dan Al-Muwahhidun (Siregar, 2013). 

        Diantara faktor penyebab kemunduran yang di alami oleh Islam di Andalusia yang di sebutkan oleh Badri Yatim dalam bukunya yaitu sebagai berikut:

 a) Konflik Islam dengan Kristen 

        Para pemimpin Muslim tidak melakukan proses Islamisasi secara menyeluruh. dan  Pemimpin Muslim pada waktu itu cukup  puas dengan hanya menagih pajak dari kerajaan-kerajaan Kristen yang telah ditaklukan dan tanpa di sadari  membiarkan kerajaan-kerajaan Kristen mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk dalam posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan senjata. Kondisi ini menjadikan kehadiran bangsa Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol yang beragama Kristen. Hal ini menyebabkan kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Sampai akhirnya pada abad ke-11 M umat Kristen menggapai kemajuan pesat, kondisi yang terbalik justru dialami oleh umat Islam yang sedang perlahan mengalami kemunduran (Al-Mathawi & Al-‘Arusiy, 1982). Sampai pada puncaknya ketika konflik terjadi antara Islam dan Kristen yaitu pada Perang Salib.  

        Tentang terjadinya Perang Salib menurut para sejarawan berpendapat bahwa penamaan perang salib ini tergantung pada sudut pandang pelaku dan maksud dari tujuan perang tersebut. Jika dilihat dari segi pelaku, maka Perang Salib dinamakan perang antara pasukan Timur dengan pasukan Barat, namun jika dilihat dari tujuannya maka tersebut lebih kepada  perebutan tahta dan juga  kekuasaan untuk menguasai dunia.

b) Tidak adanya ideologi pemersatu

         Orang Arab tidak pernah menerima orang pribumi Spanyol, paling tidak sampai  abad ke-10 M (Al-Mathawi, 1982), orang Arab memiliki istilah ’ibad dan muwalladun kepada orang-orang Andalusia, sebuah ungkapan yang sangat merendahkan. Sehingga mengakibatkan para kelompok dari etnis non-Arab sering melakukan perlawanan dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut.

 c) Kesulitan ekonomi Pada pertengahan 

     Pada masa kekuasaan islam di Spanyol, para penguasa islam terlalu memusatkan perhatiannya dengan membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan serius, sampai kondisi ini menyebabkan penguasa lalai membangun perekonomian. Dampak terburuk yang ditimbulkan ialah kesulitan ekonomi yang sangat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer (Al-Mathawi & Al-‘Arusiy, 1982). 

d) Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan 

        Setelah islam mampu menaklukkan Spanyol. Terjadi ketidakjelasan sistem peralihan kekuasaan di dalam ruang lingkup istana ini yang menyebabkan terjadinya perebutan kekuasan diantara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah jatuh, runtuh  dan Muluk Al-Tawaif muncul. Granada adalah pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol yang jatuh ketangan Ferdinand dan Isabella. 

e) Keterpencilan Letak Geografis 

        Spanyol yang oleh dikuasai Islam sangat terpencil dari dunia Islam yang lain. hal ini mengakibatkan kekuasaan Islam di Spanyol seperti selalu berjuang sendiri, tanpa pernah adanya bantuan selain dari Afrika Utara. Kondisi ini juga yang menyebabkan tidak adanya bantuan kekuatan alternatif yang dapat menghempang kebangkitan Kristen di Spanyol (Yatim, 2008). Demikianlah beberapa faktor penyebab kemunduran dan berakhirnya kekuasaan Islam di Spanyol. Memang pada semua rezim pemerintahan jika pemimpin tidak bisa merangkul etnis minoritas, yang terjadi ialah rentan perpecahan. Demikian pula peralihan kekuasaan merupakan faktor yang sering kali menimbulkan perselisihan dan berujung pada jatuhnya sebuah kekuasaan. Begitu juga dengan stabilitas ekonomi yang menjadi sangat penting untuk diperhatikan bagi setiap penguasa.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama